After Years…. Akhirnya ke Indonesia Lagi

Yeah, setelah 5 tahun nggak mudik, akhirnya bulan Juli kemarin kami bisa juga terbang ke Indonesia. Tadinya kita masih ragu-ragu antara mudik atau enggak membayangkan repotnya segala aturan Covid tapi trus seorang teman dekat yang tadinya juga ragu-ragu untuk pulang, memutuskan untuk pulang Indonesia. Dia bilang apapun yang terjadi, kali ini saya harus pulang. Ya sudahlah, kamipun ikut membulatkan tekat untuk pulang juga dan janjian dengan si teman ini untuk ketemuan di tepian danau Toba (romantis yah :D)

Waktu itu sebenarnya saya juga udah siap-siap mau ngurus visa khusus buat pak suami karena gara-gara Covid-19, visa turis sempat ditutup sementara kan. Tapi untungnya pas kami niat mudik, pas itu juga beberapa bandara di Indonesia sudah membuka kedatangan untuk tamu dengan visa turis biasa, yay!

Jujur, ini adalah mudik paling stress yang pernah saya alami. Berat badan saya sampe turun 2 kilo (tapi tentu saja naik lagi setelah pulang dari Indonesia) dan stressnya malah pas masih di Jerman ya, belum terbang samsek, duh!

Jadi setelah nonton konser RHCP kemarin, saya beneran ambruk sakit. Waktu ke dokter, dokternya bilang saya kena flu dan harus test corona tiap hari, siapa tahu dari flu berkembang menjadi Covid19. By the way, saya sebenarnya paling jarang sakit. Kalaupun sakit paling cuman cold tapi nggak sampe kena flu. Saya terakhir kena flu (Grippe kalau bahasa Jermannya) kayaknya sekitar 10 tahun yang lalu, makanya saya down banget; why now? Saat saya mau terbang ke Indonesia. Saat itu saya takut banget kalau sampe kena Covid19. Bukan takut sama penyakitnya tapi takut batal terbang.

Kalaupun saya positive Covid19, sebenarnya saya tetap saja bisa terbang ke Indonesia karena toh saat itu sudah tidak ada test Covid19 lagi di bandara waktu departure maupun landing tapi tetep saja ya, mengingat di Indonesia nanti mau bertemu keluarga…

Pak suami selalu berusaha menyemangati saya setiap hari, bahwa everything will be ok. Pokoknya dia optimis banget deh. Nah pas sakit itu saya bener-bener ambruk ya, tidur terus tiap hari, bangun cuman buat pipis dan makanpun dianter ke kamar. Padahal oh padahal, tanggal mudiknya tinggal 5 hari lagi lho.

Untungnya nih, saya nih tipe orang yang selalu bikin persiapan jauh-jauh hari. Jadi semua barang yang mau dibawa mudik termasuk oleh-oleh sudah siap semua, tinggal ngunci kopernya saja. Nggak bisa bayangin kalau misalnya saya belum packing dan harus suami yang packing, bisa-bisa di Indonesia musti banyak beli barang-barang baru karena banyak yang nggak kebawa dari Jerman.

Alhamdulillah tepat sehari sebelum hari keberangkatan saya sudah pulih kembali tapi kesetressan ini belum hilang. Saat itu, lagi ada airport chaos hampir di seluruh Eropa karena setelah 2 tahun pandemi, di summer holiday kali ini orang-orang yang tadinya berdiam diri di rumah maunya travelling semua dan ironisnya di bandara kekurangan karyawan karena banyak yang sakit dan banyak yang kontraknya tidak diperpanjang karena pandemi kemarin. Akibatnya, banyak bandara yang kewalahan dengan membludaknya orang ynag mau terbang, antrian check-in dan security check pun mengular sekian kilometer sampe di luar gedung bandara.

Kalau baca news tentang airport chaos ini ngeri lah pokoknya! Banyak pesawat yang tiba-tiba cancelled, banyak yang bagasinya nggak kebawa sampai di tujuan karena nggak ada tenaga angkutnya. Foto-foto timbunan koper di bandara Cologne-Bonn (tempat keberangkatan kami) yang tak terurus bikin tambah stress. Banyak airline yang tetap berangkat on time meskipun banyak passenger-nya yang belum sampai di boarding room saking panjangnya antrian security check. It’s horrible. Lagi-lagi pak suami mencoba menenangkan: see it like this, if we don’t manage to fly, we’ll fly in the next flight or get our money back. If we lost our luggage, we buy new. Nothing to worry, we have full covered insurance.

The thing is, money is not the problem, but my willingness to see my family dan waktu liburan kita nggak banyak, cuman 3 minggu termasuk wira-wira di jalan. Tapi yah memang nggak ada jalan keluar selain pasrah. At least, aku minta ke pak suami, supaya kita ke bandaranya early enough. So yes, 6 jam sebelum terbang kita sudah di bandara. Untung Cologne-Bonn Airport ini dekat dengan tempat tinggal ya jadi nggak ketambahan stress dengan kereta Deutsche Bahn si master of delay.

Karena dari awal kami bertiga memang sudah menyiapkan mental dengan antrian yang panjang dan segala bad situations di bandara, kami sudah tidak kaget lagi ketika tiba di bandara, antrian security-check nya mengular sampai 2 km-an, sampai di luar gedung. Kami belum bisa ikut antri, lah meja buat setor bagasi aja belum buka (kami sudah online check-in sebelumnya). Akhirnya kami dlesoran aja di lantai, baca buku, main iPad, ngemil sampai check-in dibuka.

Nah, 4 jam kemudian, ketika kami sudah kelar setor bagasi, antrian di security check sudah jauh memendek, cuman 300 meteran. Dan karena kami bawa anak kecil, kami diperbolehkan lewat jalur cepat. Udah gitu, si Flipper dapat hadiah permen dari petugas bandara. Alhamdulillah, smooth like butter.

Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir itulah saya merasa lega, relax, duduk di boarding room. Kekuatiran yang selama ini bikin stress ternyata sia-sia saja which is good. Untuk selanjutnya, penerbangan kamipun lancar sampai Jakarta.

Culture Shock di Jakarta

Karena waktu belum bisa turun di bandara Yogyakarta dengan visa turis, kamipun lmendarat di Jakarta dan menginap di tempat kakak selama 4 hari. Saya sempat culture shock lho mengalami perubahan besar di Jakarta. Meskipun mudik terakhir sebelum ini adalah tahun 2017 tapi saya waktu itu nggak ke Jakarta, jadi terakhir ke Jakarta adalah tahun 2011!

Waktu itu kami dijemput keponakan dan pas mau saya bayarin buat tol, dia ngakak karena di tol udah nggak terima cash, semua pake kartu, tinggal scan…astaga saya gaptek lho. Lalu bis kota yang suka kebut-kebutan dan nurunin penumpang semena-mena juga udah nggak ada semua, ya Allah… Teringat dulu kalau naik bis kota, pulang dari kantor suka deg-degan mau turun bis krn sopirnya suka langsung tancap aja tanpa lihat dua kaki penumpang udah napak tanah atau belum.

Lalu sekarang Jakarta jadi lebaih cantik, meskipun belum semua tapi banyak trotoar yang lebih pedestrian friendly dan taman kota di beberapa sudut kota.

Selama di Jakarta kami sempat muter ke Ancol dan Ragunan. Mau nge-mall nggak sempat jadi nggak bisa komentar tentang mallnya tapi pastinya lebih megah dari pada di Jerman lah dan mungkin lebih banyak dari tahun 2011?!

Berikut ini beberapa foto di acara waktu kumpul-kumpul keluarga di workshop seninya milik kakak saya di Saung Palakali Depok trus lanjut ke Ancol:

Di Ancol pantainya bersih lho dan fasilitas toilet, kamar mandi dan tempat wudhu bersih semua. Harga teh botol lebih mahal dari di toko biasa tapi memang harga resmi untuk jualan di Ancol segitu (ada price list-nya):

By the way, lama nggak minum Teh Botol, pas saya minum ini, tenggorokan sampe gatel karena rasanya jadi maniiis banget! Sampe rasanya mau batuk setelah minum. Sebotolpun nggak habis lho saya. Ini minuman memang beneran tambah manis atau lidah saya yang berubah?

Di Yogyakarta

Setelah 4 hari di Jakarta, kamipun naik kereta ke Yogyakarta. Saya sempat membayangkan bakalan jajan terus selama di kereta tapi ternyata karena naik kereta eksekutif, yang boleh jualan hanya pihak kereta doang dan pilihan menu makanannya nggak seberapa. Padahal saya pengen nasi bungkus kayak jaman dulu waktu masih sering naik kereta ekonomi Yogya-Jakarta jaman masih kuliah haha…

Karena liburan kali ini hanya 3 minggu dan harus dibagi 3 kota (plus waktu yang habis di jalan tiap pindah kota), kami harus pinter-pinter ngatur waktu. Di Yogya sebenarnya banyak banget teman-teman yang pengen saya temui tapi karena keterbatasan waktu ya hanya sebagian kecil yang bisa disamperin. Di Jakartapun hanya bisa ketemuan dengan dua teman. Jangankan ketemu teman-teman, sekedar wisata kulinari aja nggak semuanya bisa kesampaian. Untung ada gojek sih ya, jadi bisa pesan-pesan makanan tapi entah mengapa di mudik kali ini, saya merasa makanan-makanan yang saya makan nggak senikmat yang saya bayangkan.

Apa mungkin karena jeda mudik saya kali ini terlalu panjang (5 tahun) sehingga lidahnya ke-adjust ke masakan2 yang biasa saya makan di rumah? Satu-satunya makanan yang sangat enak banget waktu itu adalah nasi goreng magelangan (campur mi goreng) yang saya beli di warung dekat rumah ortu. Selain itu, segala makanan yang saya makan rasanya b saja bahkan c.

Pas di Yogyakarta, kami sempat sewa sopir seharian untuk mengunjungi spot wisata yang lagi trend di sana yaitu Hutan Pinus Mangunan, Taman Hobbit, Obelix Hills, dan Candi Prambanan. Semua area itu sangat terawat lho… bersih dan rapi. Entrance fee nya juga tidak tidak mahal. Toilet musti bayar tapi bersiih…Love it!

Di kesempatan yang lain kami juga main ke pantai Drini di daerah Gunung Kidul. Di sini mas sopir sempat bingung kok kami betah seharian main di pantai dari pagi sampai sunset nggak pindah-pindah. Lah belum tahu dia kalau si Flipper itu anak pantai hihi…

Selama di Jogja kami juga nggak melewatkan kesempatan buat ke pameran seni ARTJOG dong… Di situ kami juga muter seharian. Keluar sebentar untuk makan di halamannya lalu masuk lagi.

Di Pulau Samosir -Danau Toba

Setelah hampir 2 minggu di Yogyakarta, kamipun pindah lagi. Kali ini ke pulau Samosir di Sumatra Utara. Cerita di Pualu Samosir, menikmati danau Toba dilanjut di blog selanjutnya yaa… Yang ini sekian dulu 🙂

See you soon!

b.e.t.h

4 Comments Add yours

  1. ohdearria says:

    Lovely photos Beth. Yup part of Jakarta is much better ya seperti Toll uda pake kartu dan beberapa jalan is walking friendly. I love Jogjakarta tapi blom sempat spend too long time there. Thanks for sharing the nicest places in Jogja 🥰

    Like

    1. zbethz says:

      You’re welcome Ria… Kayaknya kalau mau puas ke beberapa kota di Indonesia memang musti minimal 2 bulan mudiknya ya 🙈

      Liked by 1 person

      1. ohdearria says:

        Nah itu deh, blom perna 2 bulan liburan di indo so far 😻

        Like

Leave a comment